Jumat, 08 Maret 2013

Madrasah Berkualitas



MENUJU MADRASAH BERKUALITAS
Oleh :Hendri Hendarsah, S.Sos., M.Si
Pegawai Kementerian Agama Kota Tasikmalaya
Dipublikasikan kembali oleh: Khairul Warisin, S.Pd.I

KEHADIRAN madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia merupakan simbiosis mutualistis antara masyarakat muslim dan madrasah itu sendiri. Secara historis kelahiran madrasah tidak bisa dilepaskan dari peran/partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan. Pendidikan madrasah di Indonesia yang lahir pada awal abad ke-20 dengan munculnya Madrasah Mambaul Ulum di Keraton Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909 (Madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasi dari pembaharuan Islam yang telah ada, yakni antara pengaruh pembaharuan Islam di Timur Tengah, pendidikan Barat dan tradisi pendidikan Islam di Indonesia. Pembaharuan tersebut meliputi tiga hal, yaitu : usaha penyempurnaan sistem pendidikan pesantren, penyesuaian dengan sistem pendidikan Barat, dan menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan sistem pendidikan Barat.
Dengan kata lain, munculnya sistem pendidikan madrasah juga merupakan respon atas kebijakan dan politik pendidikan Hindia Belanda pada saat itu. Politik pendidikan Hindia Belanda yakni dengan membuka lebih luas kesempatan pendidikan bagi penduduk pribumi, yang semula hanya terbatas pada kaum bangsawan, disamping merupakan politik etik, balas budi, juga merupakan salah satu usaha pemerintah Hindia Belanda untuk menundukkan masyarakat pribumi melalui jalur pendidikan
Pembaharuan Manajemen Pendidikan Madrasah
Persepsi masyarakat terhadap madrasah di era modern belakangan semakin menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang unik. Di saat ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, di saat filsafat hidup manusia modern mengalami krisis keagamaan dan di saat perdagangan bebas dunia makin mendekati pintu gerbangnya, keberadaan madrasah tampak makin dibutuhkan orang.
Terlepas dari berbagai problema yang dihadapi, baik yang berasal dari dalam sistem seperti masalah manajemen, kualitas input dan kondisi sarana prasarananya, madrasah yang memiliki karakteristik khas yang tidak dimiliki oleh model pendidikan lainnya itu menjadi salah satu tumpuan harapan bagi manusia modern untuk mengatasi keringnya hati dari nuansa keagamaan dan menghindarkan diri dari fenomena demoralisasi dan dehumanisasi yang semakin merajalela seiring dengan kemajuan peradaban teknologi dan materi. Sebagai jembatan antara model pendidikan pesantren dan model pendidikan sekolah, madrasah menjadi sangat fleksibel diakomodasikan dalam berbagai lingkungan. Di lingkungan pesantren, madrasah bukanlah barang yang asing, karena memang lahirnya madrasah merupakan inovasi model pendidikan pesantren. Dengan kurikulum yang disusun rapi, para santri lebih mudah mengetahui sampai di mana tingkat penguasaan materi yang dipelajari. Dengan metode pengajaran modern yang disertai audio visual, kesan kumuh, jorok, ortodok, dan exclusive yang selama itu melekat pada pesantren sedikit demi sedikit terkikis. Masyarakat metropolit makin tidak malu mendatangi dan bahkan memasukkan putra-putrinya ke pesantren dengan model pendidikan madrasah. Baik mereka yang sekedar berniat menempatkan putra-putrinya pada lingkungan yang baik (agamis) hingga yang benar-benar menguasai ilmu yang dikembangkan di pesantren tersebut, orang makin berebut untuk mendapatkan fasilitas di sana.
Melihat kenyataan seperti itu, tuntutan pengembangan madrasah akhir-akhir ini dirasa cukup tinggi. Oleh karena itu banyak model pendidikan madrasah bermunculan di tengah kota, baik di kota kecil maupun di kota-kota metropolitan. Meskipun banyak madrasah yang berkembang di luar lingkungan pesantren, budaya agamanya, moral dan etika agamanya tetap menjadi ciri khas sebuah lembaga pendidikan Islam. Etika pergaulan, perilaku dan performance pakaian para santrinya menjadi daya tarik tersendiri, yang menjanjikan kebahagiaan hidup dunia akhirat sebagaimana tujuan pendidikan Islam.
Keberhasilan pendidikan secara kuantitatif didasarkan pada teori Benjamin S. Bloom (1956) yang dikenal dengan nama Taxonomy of Educational Objectives, yang mencakup tiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Meskipun demikian, keberhasilan output (lulusan) pendidikan hanyalah merupakan keberhasilan kognitif. Artinya, anak yang tidak pemah shalat pun, jika ia dapat mengerjakan tes PAl (Pendidikan Agama Islam) dengan baik maka ia bisa lulus (berhasil), dan jika nilainya baik, maka ia pun dapat diterima pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Lain halnya dengan outcome (performance) seorang alumni Madrasah, bagaimanapun nilai raport dan hasil ujiannya, moral keagamaan yang melekat pada sikap dan perilakunya akan menjadi tolok ukur bagi keberhasilan lembaga pendidikan yang menjadi tempat ia belajar. Karena itulah keberhasilan out-come disebut keberhasilan afektif dan psikomotorik. Bagi lembaga pendidikan “Madrasah”, kedua standar keberhasilan (output dan outcome) yang mencakup tiga domain taxonomy of educational objectives, tidak dapat dipisahkan. Di samping Madrasah mendidik kecerdasan, ia juga membina moral dan akhlak siswanya. Itulah nilai plus madrasah dibandingkan sekolah umum yang menekankan pembinaan kecerdasan intelek (aspek kognitif).
Penerapan Manajemen Pendidikan Madrasah
Dengan ciri khas madrasah yang berbeda dengan pendidikan formal lainnya, sesungguhnya membawa angin segar bagi perubahan di berbagai aspek dan tidak justru minder dan takut untuk melakukan perubahan. Sehingga tujuan didirikannya madrasah sebagai penguatan nilai-nilai akhlak bagi siswa dan penerapnnya di masyarakat dapat terealisasi dengan baik. setidaknya ada beberapa agenda pembaharuan pendidikan madrasah ke depan, diantaranya: Pertama Kurikulum. Untuk memenuhi tuntutan siswa dan masyarakat, perlu dilakukan pembaharuan kurikulum pada tiga aspek penting, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Perencanaan kurikulum harus didahului dengan kegiatan kajian kebutuhan  (need assessment) secara akurat. Kajian kebutuhan tersebut dikaitkan dengan tuntutan era global, utamnya pendidikan yang berbasis pada kecakapan life skill. Pelaksanaan kurikulumnya menggunakan pendekatan kecerdasan majemuk (multiple Intelegence) dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Sedangkan evaluasinya hendaknya menerapkan penilainnya menyeluruh terhadap semua kompetensi siswa (authentic assessment). Kedua Manajemen Sarana Prasarana Pendidikan. Untuk mendukung pelaksanaan kurikulum di atas, madrasah hendaknya mengupayakan tersedianya sumber belajar dan media pendidikan berbasis teknologi. Misalnya penggunaan literature digital dan berbagai ilmu agama dan umum. Perlu diketahui bahwa saat ini, banyak kitab-kitab dan hadist mu`tabar telah di CD- kan, sehingga memudahkan guru dan siswa dam mempelajarinya. Di samping itu juga, perlu dikenalkan teknologi informasi on-line, yaitu internet dimana saat ini menjadi sumber rujukan bagi masyarakat. Ketiga, Menajemen Pembelajaran. Di era demokaratisasi dan desentralisasi saat ini, maka proses pembelajaran sudah seharusnya berpusat pada siswa, dimana siswa bukan lagi dianggap obyek, melainkan subyek partisipasi pendidikan dan guru di posisi ini adalah sebagai fasilitator dan pembimbing siswa, sehingga tentu proses ini harus didukung dengan metode mengajar yang menciptakan iklim demokratis dan harmonisasi siswa dengan guru. Percepatan dan kompetitif siswa merupakan wujud dari pengelolaan pembelajaran, yaitu quantum teaching dan learning.
Melihat gambaran umum, eksistensi madrasah dengan berbagai problematikanya, tentu hal ini tidak menjadikan pesimistis bagi civitas madrasah, melainkan menjadi stimulant untuk melakukan upaya pembaharuan dalam manajemen pengelolaan madrasah, agar tujuan pendidikan madrasah dan nasional tercapai dengan baik. Pembenahan harus dilakukan diantaranya adalah leadership, manajemen kurikulum, pembelajaran, dan sarana prasarana. Banyak konsep yang diatawarkan sebagai sebuah alternatif dan tanpa harus menghilangkan ciri khas madrasah sebagai elan vital penguatan nilai-nilai relegius yang muara akhirnya adalah menciptakan pribadi muslim yang intelektual dan survive untuk segala tantangan zaman. Akhirnya harapan pembaharuan segera terwujud dan tentu saja partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar