Strategi Membangun
Keunggulan Madrasah
**Celoteh Ringan Seorang Guru Madrasah**
Oleh Khairul Warisin, S.Pd.I
Latar Belakang
Era
reformasi dan tuntutan kompetisi global dalam peningkatan mutu kehidupan telah
membawa perubahan-perubahan yang mendasar dalam kehidupan manusia, termasuk
kehidupan pendidikan. Seiring perjalanan waktu dan berdasarkan berbagai hasil
penelitian sosial, makin terkuaklah bahwa keberhasilan pembangunan kehidupan
masyarakat memiliki ketergantungan yang signifikan terhadap mutu pendidikan
yang dikembangkan di tengah masyarakat. Makin tinggi mutu penyelenggaraan
pendidikan masyarakat maka makin terkuasailah penerapan teknologi kehidupan,
pada gilirannya akan lebih mengefektifkan kinerja masyarakat untuk menghasilkan
buah usaha yang menjamin sirkulasi kemakmuran berjalan lebih lancar dan
menggairahkan.
Peningkatan
mutu pendidikan sudah bukan hal yang terpenting lagi, namun sudah menjadi
kebutuhan yang harus dipenuhi. Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan sudah
saatnya digulirkan, sebab hasil pendidikan yang secara konvensional selama ini,
terbukti mengandung banyak kelemahan untuk menyesuaikan dengan makin cepatnya
iklim kompetisi menuju pada kemajuan kehidupan yang riil di tengah masyarakat.
Oleh karena itulah maka langkah konkret untuk menuju terbentuknya sistem
madrasah yang unggul sudah saatnya menjadi opini publik yang dikonsumsi
oleh semua masyarakat, terutama masyarakat pendidikan, guna membuka cakrawala
baru dalam sistem penyelenggaraan pendidikan di tengah masyarakat.
Madrasah Unggul adalah
madrasah yang sistem penyelenggaraannya menerapkan asas profesionalisme dan
layanan prima dalam memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar sesuai dengan
karakteristik, kelebihan dan kekurangan individu, serta konteks lingkungan
siswa. Dengan demikian profil lulusan madrasah unggulan adalah lulusan
yang mampu menguasai materi prasyarat untuk melanjutkan, mampu beradaptasi
dengan perkembangan dan perubahan lingkungan, mampu mencari dan mengolah
informasi dari multi sumber, memiliki sikap demokrasi dan menghargai hak-hak
asasi manusia, berwawasan lingkungan, melek teknologi dan toleran terhadap
perbedaan. (Karhami, 2000:2.edit)
Performance
Madrasah Ideal
Sesungguhnya
madrasah menjadi lembaga pendidikan yang ideal bagi peserta didik. Betapa
tidak, di madrasahlah seorang siswa dikembangkan semua aspek potensi yang
dimiliki dan dipenuhi segala kebutuhannya. Potensi akademis seharusnya dapat
berkembang dengan baik, dengan diberikannya pembelajaran “ilmu umum” seperti
bahasa asing, sains (IPA dan Sosial), matematika. Dengan bekal ilmu umum ini
diharapkan potensi akademis siswa dapat bersaing untuk merebut ”dunia” mereka.
Aspek sosial-religius, semestinya juga dapat berkembang dengan baik karena
umumnya madrasah berdiri dan berkembang menyatu dengan masyarakat. Madrasah
lahir dari kebutuhan masyarakat dan difasilitasi serta berkembang oleh
masyarakat pula. Karena itu, madrasah tidak dapat terpisah dari masyarakatnya.
Apalagi aspek religius, madrasah adalah tempat terbaik untuk membekali dan
mengembangkan potensi anak didik untuk bidang ini. Pendek kata, di madrasahlah
seorang siswa memperoleh bekal untuk memadai untuk hidup bahagia di dunia dan
akhirat.
Namun
kenyataannya, tidak banyak madrasah yang menunjukkan prestasi di kedua bidang
garapan tersebut, baik dalam ilmu umum maupun prestasi ilmu keagamaannya. Dalam
bidang sains dan matematika, madrasah kalah bersaing dengan SMU dan dalam ilmu
agama masih belum mampu bersaing dengan pesantren. Sekalipun menurut Imam
Suprayogo (Suprayogo, 2004) tidak adil membandingkan sesuatu yang tidak
sebanding. Sekolah umum yang umumnya sekolah negeri, dengan statusnya itu
seluruh pembiayaan, ketenagaan dan semua kebutuhan fasilitas tercukupi oleh
pemerintah dibandingkan dengan prestasi madrasah yang pada umumnya berstatus
swasta dan tidak memperoleh fasilitas sebagaimana yang diterima oleh sekolah
umum pada umumnya. Sekalipun begitu, tidak ada jeleknya jika pembandingan
prestasi tersebut kita ambil nilai positifnya, yaitu memotivasi kita pengelola
madrasah untuk berprestasi lebih mengungguli mereka (sekolah umum).
Madrasah yang Ideal hendaknya
menjadi tempat di mana semua peserta didik dapat belajar dengan baik. Dengan
kata lain, madrasah harus menjadi lembaga yang adil dengan memberikan
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sama (equality of opportunity)
baik secara kualitas maupun kuantitas bagi setiap peserta didik. Madrasah
diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam pembentukan intelektual,
emosional dan spiritual anak. Madrasah seharusnya menjadi wadah pemupukan
kecerdasan setiap siswa, dan di atas segalanya, menjamin agar setiap peserta
didik mendapat kesempatan belajar yang sama dan layak.
Untuk
mewujudkan madrasah ideal tersebut, setidaknya ada 3 karakter dasar madrasah
yang perlu dikembangkan (Zayadi, 2004), yaitu: memiliki kultur madrasah yang
kuat, kepemimpinan kolaboratif dan belajar kolektif serta membiasakan siswa
menghadapi perubahan/ketidakpastian. Kultur merupakan jiwa madrasah yang
memberi makna bagi setiap kegiatan pendidikan madrasah
dan menjadi jembatan antara aktivitas dan hasil yang dicapai. Kultur adalah
keadaan yang mengantarkan siswa madrasah melebihi batas-batas kekurangan
manusiawi manuju tingkatan kreativitas, seni dan intelektual yang tinggi Kultur
juga merupakan kendaraan (vehicle) untuk mentransformasikan nilai-nilai
pendidikan. Kultur tersebut adalah kultur belajar, yang mesti dibangun sejak
awal agar semua komponen madrasah memiliki komitmen untuk memajukan madrasah.
Kepemimpinan
madrasah mesti didefinisikan sebagai proses belajar bersama (collective
learning) yang saling menguntungkan serta memungkinkan seluruh unsur
masyarakat madrasah berperan serta dalam membangun kesepakatan yang
mengakomodasi semua kepentingan (kolektif dan kolaboratif). Kolaborasi bukan
saja setiap orang mampu menyelesaikan pekerjaannya, tetapi yang terpenting
adalah semuanya dilakukan dalam suasana kebersamaan dan saling mendukung (collegiality
and supportiveness). Model kepemimpinan kolaboratif ini sangat relevan
dengan tuntutan MBM, ketika setiap madrasah memiliki Komite Madrasah sebagai
partner aktif madrasah dalam melakukan perbaikan
kualitas madrasah secara terus menerus (continous improvement).
Hidup
terus berubah dan semuanya juga ikut berubah, kecuali perubahan itu sendiri.
Secara alami perubahan tidak dapat diprediksi. Agar dapat memahami dan berbuat
dalam kondisi yang tidak bisa diprediksi tersebut sebuah upaya pendidikan yang
terus menerus (lifelong education) menjadi kemestian. Budaya belajar
yang terus menerus harus juga menjadi bagian dari perubahan itu. Madrasah perlu
membudayakan masalah belajar terus menerus ini dan menyiapkan siswa untuk
menerima dan mampu ambil peran sebagai apapun saat kelak perubahan itu terjadi.
Prinsip Peningkatan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan
Untuk
mengawali cakrawala baru dalam pembahasan tentang peningkatan mutu
penyelenggaraan pendidikan, maka ada baiknya kita merenungkan ungkapan Dean. J
(1999); “change is difficult because it may require a rethinking of the
values and attitudes that teachers hold abaout the work they do” (perubahan
sulit dilaksanakan karena perubahan memerlukan pemikiran ulang tentang nilai
dan sikap yang sudah lazim digunakan sebelumnya).
Menilik
pada penyelenggaraan pendidikan terutama di madrasah pada waktu lewat dan
sekarang yang sedang berlangsung, dapat terlihat bahwa kurikulum yang digunakan
di madrasah lebih menitikberatkan pada “content based curriculum”
sehingga penyajian mata pelajaran lebih diarahkan pada “academic skill”
dan sedikit menyentuh non-konten seperti penumbuhan sikap ilmiah dan
pengembangan keterampilan proses. Bertolak dari hal itulah maka secara prinsip
peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan pada masa yang akan datang harus
lebih diarahkan pada “competency based curriculum” Seyogyanya di samping
pembekalan keterampilan akademik yang berdimensi “learning to know”
berupa penguasaan materi prasyarat untuk mengikuti pendidikan pada jenjang di
atasnya, maka siswa perlu juga diberi keterampilan kehidupan (life skill)
yang lebih banyak berdemensi pada learning to do, learning to be,
dan learning to live together. (Delors, J, et al. 1996) yang intinya
berupaya menyediakan “tool” untuk mempermudah penyesuaiannya terhadap dinamika
kehidupan. Oleh karena itu maka profil lulusan secara prinsip diarahkan sebagai
“broad competency” yang meliputi penguasaan konsep esensial, peningkatan
keterampilan proses, penumbuhan sikap ilmiah, dan pengembangan keterampilan
berfikir (thinking skill). Wallahu a’lam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar