PENDIDIKAN DI TENGAH FACEBOOK GENERATION
Pendidikan adalah sesuatu yang bersifat fitrah, karena pendidikan
adalah kebutuhan essensi yang dibutuhkan oleh menusia di tengah peradaban dari
jaman prasejarah hingga jaman modern ini. Sepanjang perkembangan peradaban itu,
manusia mengenal pendidikan dengan metoda pembelajaran yang bervariasi, sesuai
struktur sosial yang memusarinya. Sistim pendidikan kala itu semata untuk
membekali mereka dalam berkomunikasi, berinteraksi dan bersosialisasi satu
dengan lainnya untuk menggapai dinamika kehidupan masyarakat mereka.
Dengan bekal pembelajaran social yang akurat, cermat dan bersinergi
tinggi, maka pada jaman apapun akan mampu membentuk masyarakat yang berfitur
sosiologis yang baik. Lantas bagaimana dengan pendidikan modern, yang
dilangsungan di tengah era tehnologi informasi dan komunikasi yang super
canggih, seperti misalnya penggunaan aplikasi facebook untuk sebagian besar
masyarakat kita, yang sudah terlanjur menggandrungi facebook tersebut sebagai
alat komunikasi.
Khusus untuk penunjang sistim komunikasi ini, semakin canggih, efisien,
cepat serta murah, semakin pula banyak “ekses negatip” yang ditimbulkan. Sistim
informasi dan komunikasi tersebut adalah “situs pertemanan facebook”. Sebagai
sistim yang banyak menarik kegandrungan masyarakat dunia terlebih-lebih bagi
facebooker remaja kita (sebesar 40,1 % dari seluruh facebooker).
Begitu kuatnya facebook berhasil menyihir hati kita semua, terbukti
bahwa masyarakat pengguna sistim ini, menurut survey pada tahun 2009 berjumlah
mencapai 235 juta penduduk dunia ( hampir menyamai penduduk USA). Bahkan lebih
mengejutkan lagi, memasuki tahun 2010 ini,pengguna facebooker telah tembus
hingga mencapai setengah milyar masyarakat dunia, dengan jumlah “log in” aktif
sebesar 50% dari keseluruhan facebooker dan 70% diantaranya adalah facebnooker
dari luar Amerika. Jumlah tersebut bervariasi lintas gender, remaja hingga
orang dewasa dengan tidak memandang jenis profesi. Hal ini tentunya membawa
konsekuensi bahwa facebook, bakal menjadi sistim komunikasi dan informasi yang
membentang menembus tembok budaya, bahasa, geografis, kedaulatan negara serta
perdaban social seantero bumi ini.
Dengan jumlah facebooker yang mencapai hamper 23 juta maka diluar
dugaan Indonesia menjadi 10 negara terbesar pengguna bersama dengan. AS,
Inggris, Turki, Perancis, Canada, Itali, Spanyol, Australi dan Pilipina.
Perkembangan facebooker ini melesat dari tahun ke tahun, mulai hanya 831 ribu
facebooker pada tahun 2008 hingga mencapai jumlah 22 juta pada tahun 2010 ini
dan diprediksi akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Lantas kitapun mesti
harus mempersiapkan mental kita, apabila sebagian besar pengguna facebook
adalah remaja putra putri kita. Akses negatip apa yang bakal menerpa mereka.
Memang perlu kita waspadai bahwa semenjak masyarakat Indonesia mengenal
telepon seluler, kemudian internet dan terakhir adalah facebooke, sedikit
banyaknya sistim tersebut telah mengubah perilaku mereka. Betapa tidak, mereka
ibaratnya telah menjadi bagian masyarakat yang tidak lagi interaktif dan
komunikatif dengan lingkungan sosialnya dan pada gilirannya nanti bakalan
menjadi masyarakat dengan fitur sosial yang
tanpa kepedulian sesama, pengaruh ini sudah barang tentu akan
signifikan terhadap remaja. Karena mereka hanya bersedia berinteraksi dengan
komunitasnya yang berada dalam satu sistim.
Masalah lain yang juga patut kita waspadai adalah semakin mudahnya
remaja kita mengakses situs porno yang belum relevan dengan perkembangan
pribadi mereka. Oleh karena itu kita menjadi prihatin dengan data yang
disodorkan
Okanegara dalam “Kehidupan Remaja Saat Ini” (2007) bahwa jumlah remaja
Indonesia yang berusia 10-24 tahun mencapai 65 juta orang atau 30 persen dari
total penduduk Indonesia? Tahukah kita bahwa sekitar 15-20 persen dari remaja
usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah?
Tahukah kita bahwa 15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap
tahunnya?.
Lantas kitapun berpikir, apakah pengaruh aplikasi dunia maya tersebut
sangat signifikan terhadap ambruknya moralitas remaja kita. Pertanyaan tersebut
haruslah dijawab dengan bijak, karena tehnologi aplikasi tersebut semata mata
dirancang untuk kesejahteraan umat manusia, begiotu juga dengan tehnologi
lainnya. Maka untuk menyematkan dunia remaja dari ekses negatif, maka kita
perlu meningkatkan peran faktor pendukung sistim pendidikan, yaitu sekolah,
orang tua wali dan masyaakat yang lebih ketat lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar