Kamis, 14 Februari 2013

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW


Sejarah Perayaan Maulid
  • 1. Bulan ini, tepatnya pada tanggal 4 Juni 2001, adalah tepat 12 Rabi-Al-Awwal1442H pada penanggalan Islam (Hijriah). Pada hari tersebut, Nabi junjungankita Muhammad dilahirkan. Semoga shalawat serta salam selalu tercurahkankepada beliau beserta keluarga dan sahabatnya.Hari tersebut, di Indonesia dikenal dengan Maulid Nabi (Milad an Nabi). MaulidNabi memang bukan hari besar Islam kalau dilihat dari pandangan al Quran danHadis. Juga, Nabi sendiri pun tidak menganjurkan harinya diperingati. Tetapi,merujuk pada sejarah, di era kekhalifan juga pernah diadakan peringatankelahiran Nabi. Untuk itu, sebagai penghormatan, pada hari itulah, kitasetidaknya mengingat hari lahirnya Nabi yang kita cintai. Seseorang yang diberihidayah Allah sebagai penerang dengan membawa ajaran hinggan akhir jaman.Di kehidupan masa kini, kita telah mafhum dan mengenal berbagai macamperingatan hari-hari, baik itu hari kenegaraan (nasional) seperti HariKemerdekaan, mungkin juga hari Ulang Tahun perusahaan tempat kita bekerja,dan juga sangat banyak yang memperingati hari Ulang Tahun diri sendiri.Peringatan itu tidak harus mewah, besar, dengan mengundang puluhan hinggaratusan orang. Banyak pula yang sekedar merenung, mengulang seluruhkegiatan, baik kegiatan bangsa, kegiatan di perusahaan, atau juga seluruhpekerjaan yang telah dilakukan selama setahun. Dan seluruh renungan itu tidakharam, karena dengan merenung dan mengevaluasi segala pekerjaan kita, kitamenjadi manusia yang selalu ingat. Dan apa karunia bagi orang yang ingat? Yaitudiberikan penerang dan hidayah baginya.Oleh karena itu, sebagai suatu momen penting 12 Rabiul Awwal H, seperti dikampung-kampung, bahkan dijadikan sebagai hari penting---dan Indonesiasendiri pun menjadikan tanggal tersebut sebagai hari libur nasional. Harapankita, di hari libur itu, juga hari-hari selanjut, bulan selanjut, dan di seluruh hidupkita selanjutnya, kita seterusnya dapat meneladani dan menyikapi hidup kitaberdasarkan apa yang diajarkan dan dicontohkan Sang Nabi Kekasih Allah Swt."(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yangmenyuruh mereka mengerjakan yang maruf dan melarang mereka darimengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baikdan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang darimereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Makaorang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya danmengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran),mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Araa 7:157)
  • 2. Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW bermula pada masa pemerintahan Bani Taimiyah,kemudian dilanjuti pada masa pemerintahan Khalifah Bani Abbas oleh penguasa AlHaramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) Sultan Salahuddin Al Ayyubi (SoultanSaladin).Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti BaniAyyub, setingkat Gubernur dengan pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo),Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah danSemenanjung Arabia.Perintah merayakan Maulid ini disampaikan pertama kali pada musim Haji 579 H (1183Masehi). Sebagai penguasa dua tanah suci kala itu, atas persetujuan Khalifah BaniAbbas di Baghdad, Sultan mengimbau agar seluruh jamaah haji seluruh dunia jikakembali ke kampung halaman masing-masing segera mensosialisasikan kepadamasyarakat Islam dimana saja berada. Maksud Sultan Salahuddin merayakan tradisi iniselain bentuk cintanya pada Rasul juga sebagai cara membangkitkan semangat juangumat Islam yang kala itu kehilangan semangat juang dan persaudaraan ukhuwah ketikaterjadi perang salib.Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itutidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaituIdul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaanMaulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, sehingga tidakdapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabiyang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisanriwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin.Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenangyang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenalsebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.Penyair Ahmad Syauqi menggambarkan kelahiran Nabi Mulia itu dalam syairnya yangindah:“Telah dilahirkan seorang Nabi, alam pun bercahaya, sang waktu pun tersenyum danmemuji”.Tradisi Maulid Nabi di Tanah JawaBagi sebagian orang Islam tradisi merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakansebagai salah satu bentuk pengejewantahan rasa cinta umat kepada Rasul Nya.Di tanah Jawa sendiri tradisi ini telah ada sejak zaman walisongo, pada masa itu tradisiMaulid Nabi dijadikan sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam denganmenghadirkan berbagai macam kegiatan yang menarik masyarakat. Pada saat ini tradisiMaulid/Mauludan di Jawa disamping sebagai bentuk perwujudan cinta umat kepadaRasul juga sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Walisongo.
  • 3. Sebagian masyarakat Jawa merayakan maulid dengan membaca Barzanji, Diba’i ataual-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan rawi. Barzanji dan Diba’iadalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad,mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkatmenjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki NabiMuhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. SedangkanAl-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada Rasulullah SAW yang dikarangoleh Al-Bushiri.Berbagai macam acara dibuat untuk meramaikan acara ini, lambat laun menjadi bagiandari adat dan tradisi turun temurun kebudayaan setempat.Di Cirebon, Yogyakarta, dan Surakarta, perayaan maulid dikenal dengan istilah sekaten.Istilah ini berasal dari stilasi lidah orang Jawa atas kata syahadatain, yaitu dua kalimatsyahadat. Perayaan umumnya bersifat ritual penghormatan (bukan penyembahan)terhadap jasa para wali penyebar Islam, misalnya upacara Panjang Jimat yaitu upacarapencucian senjata pusaka peninggalan para wali.Di Cirebon upacara Panjang Jimat di fokuskan di dua tempat yaitu Keraton Kasepuhandan Astana Gunung Jati. Di Jogjakarta dan Surakarta di masing-masing keraton denganacaranya Grebeg Mulud. Pada zaman kesultanan Mataram perayaan Maulid Nabidisebut Gerebeg Mulud. Kata "Gerebeg" artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan danpara pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan MaulidNabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di Garut,terdapat upacara Ngalungsur yaitu proses upacara ritual dimana barang-barang pusakapeninggalan Sunan Rohmat (Sunan Godog/Kian Santang) setiap setahun sekalidibersihkan atau dicuci dengan air bunga-bunga dan digosok dengan minyak wangisupaya tidak berkarat, di fokuskan di desa Lebak Agung, Karangpawitan. Di Bantenkegiatan di fokuskan di Masjid Agung Banten. ditempat lain diantaranya tempat-tempatziarah makam para wali.Di beberapa tempat kadang-kadang perayaan ini dijadikan ajang berkumpulnya paratokoh masyarakat dan sesepuh setempat, seperti kyai, bangsawan/elang, dan tidakketinggalan para jawara dari berbagai paguron untuk saling bersilaturahim, untukmembicarakan berbagai macam hal yang menyangkut daerah setempat. Tapi hal inijarang diekspos karena sifatnya yang non formal, sehingga tidak banyak masyarakatyang mengikuti.Pandangan Ulama NUPara ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatanyang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yangdiperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zamanNabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an,yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendirisering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: "Siapamenghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafaat kepadanya di Hari Kiamat."Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormatihari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”
  • 4. Datangnya bulan Rabi’ul Awwal selalu identik dengan peringatan Maulid NabiMuhammad SAW. Peringatan Maulid sendiri pertama kali digelar pada tahun 1187 Matas prakarsa Sultan Shalahuddin al Ayyubi, Mesir (1138 - 1193), dengan maksuduntuk membangkitkan semangat jihad kaum Muslim merebut kembali Yerussalem darikekuasaan pasukan Salib.Pada tahun 1185 M, ketika menunaikan ibadah haji, Shalahuddin menyerukan perlunyamembangkitkan semangat jihad tersebut. Untuk itu, beliau membuka sayembara menulisriwayat Rasululllah SAW dalam untaian puisi, yang kemudian dimenangkan oleh SyaikhJa’far bin Abdul Karim al Barzanji. Dan syair sang iman itu berperan penting dalamusaha pembebasan kota Yerussalem.Hingga kini, tradisi peringatan itu pun tetap berjalan termasuk di Indonesia. Di berbagaitempat, umat Islam sibuk mempersiapkan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dariyang akan menggelar acara besar-besaran dan berdurasi panjang seperti perayaantradisional Sekaten di Solo dan Yogya, sampai pengajian kecil-kecilan di rumah.Dari yang diikuti ribuan jemaah seperti Maulidan di kediaman para habib terkemuka,sampai yang cuma diikuti belasan orang di langgar kecil di kampung-kampung. Meskibentuk acaranya beragam, ada satu mata acara yang sama di berbagai tempat: pembacaanMaulid Nabi. Setiap daerah mempunyai bacaan Maulid favorit masing-masing.Di komunitas habaib, misalnya, yang biasa dibaca ialah Simthud Durat; karya Al-HabibAli bin Muhammad Al-Habsyi. Sementara kalangan pesantren tradisional di Jawa Timurlebih akrab dengan Maulid Ad-Diba’i karya Syaikh Ali bin Abdurrahman Ad-Diba’i Az-Zubaidi. Maulid yang sama juga dibaca oleh sebagian habib di Sampang, Madura.Lain lagi tradisi di sebagian pesisir utara Jawa. Di sana, kalangan pesantren dan majelista’lim kaum ibu menggemari pembacaan Maulid Barzanji, yang digubah oleh SyaikhJa’far bin Abdul Karim Al-Barzanji. Ada juga komunitas habaib yang membaca MaulidBurdah, karya Imam Al-Bushiri, seperti di Kauman, Semarang. Selain membacaAl-Barzanji, sebagian warga Betawi juga ada yang membaca Maulid Azabi, karya SyaikhAhmad Al-Azabi. Belakangan, di beberapa tempat juga dibaca Maulid Adh-Dhiyaulkarya Al-Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz.Rata-rata, pembacanya alumnus Ma’had Darul Musthafa, Tarim, Hadhramaut, Yaman,yang memang diasuh oleh sang penggubah Maulid kontemporer tersebut.Pembacaan Maulid Nabi SAW memang salah satu khazanah kebudayaan Islam yangluar biasa. Keindahan gaya bahasa karya para ulama ahli sastra yang terdiri dari natsar(prosa) dan nazham (langgam qashidah) itu, bak rangkaian ratna mutu manikam.Ungkapan-ungkapannya yang cantik menawan, tak jarang menghanyutkan perasaanpembaca dan pendengarnya dalam samudera kecintaan kepada Rasulullah SAW.
  • 5. Tak mengherankan, dalam pembacaan Maulid tersebut kerap kali dijumpai hadirin yangtersedu-sedu menangis karena terharu. Dan tak jarang, linangan air mata itu jugadibarengi histeria kerinduan kepada sang Nabi Akhir Zaman tersebut. Pengaruhpsikologis yang dahsyat inilah yang dulu diharapkan oleh Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi,Mesir (1138-1 1 93 M), saat pertama kali mencetuskan penyelenggaraan pembacaanMaulid Nabi pada tahun 1187 M sehingga dapat menggugah kembali kesadaran semangatumat Islam. Upaya memelihara semangat dan ghirah keislaman itu jugalah yang akanditonjolkan para ulama Nusantara saat memperkenalkan dan melestarikan perayaanMaulid Nabi.Dalam kitab Al-Hawi Fatawi, Imam Suyuthi menulis, “Sesungguhnya kelahiranRasululluh SAW merupakan nikmat teragung yang dianugerahkan oleh Allah SWTkepada kita, dan wafatnya beliau adalah musibah terbesar bagi kita. Syariat telahmemerintahkan kita untuk menampakkan rasa syukur atas nikmat yang kita peroleh, danbersabar serta tenang dalam menghadapi musibah. Syariat juga memerintahkan kita untukmelakukan aqiqah bagi bayi yang lahir, sebagai perwujudan rasa syukur. Namun, ketikakematian tiba, syariat tidak memerintahkan untuk menyembelih kambing atau hewanlain. Bahkan syariat melarang untuk meratapi mayat dan menampakkan keluh kesah.”Dalam suatu riwayat, Sayyidina Abbas pernah menyampaikan bait-bait syair pujian dihadapan Nabi SAW dan sejumlah sahabat. Diriwayatkan bahwa usai Perang Tabuk,Sayidina ‘Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi, menemui Rasulullah SAW, yang jugakemenakannya, ia berkata, “Aku ingin mengucapkan syair pujian bagimu.”Namun Nabi, yang memang enggan dipuji, berkata, “Semoga Allah menjaga gigimu darikerontokan.”Lalu Sayidina ‘Abbas melantunkan syair yang menceritakan perjalanan hidup Nabi sejaksebelum lahir hingga saat kelahirannya:Sebelum terlahir ke duniaengkau hidup senang di surgaKetika aurat tertutup dedaunanengkau tersimpan di tempat amanKemudian engkau turun ke bumiBukan sebagai manusiasegumpal darah maupun dagingtapi nutfah di perahu NuhKetika banjir menenggelamkan semuanyaanak-cucu Adam beserta keluarganyaengkau pindah dari sulbi ke rahimdari satu generasi ke generasiHingga kemuliaan dan kehormatanmu
  • 6. berlabuh di nasab terbaikyang mengalahkan semua bangsawanKetika engkau lahir, bumi bersinarcakrawala bermandikan cahayamuKami pun berjalan di tengah cahayasinar dan jalan yang penuh petunjukPujian yang melambung bagi Rasulullah SAW, yang memang sudah selayaknya,mengingat akhlaq beliau yang mulia, sosok kepribadian beliau yang luar biasa sebagaicontoh teladan yang baik (uswatun hasanah). Memang, Rasulullah SAW pernahmelarang umatnya menyanjung dan memuja beliau secara berlebihan. Tapi, larangan itudalam konteks yang berbeda.Dalam sebuah hadits shahih beliau bersabda, “Janganlah kalian memujiku secaraberlebihan seperti kaum Nasrani memuji Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalahhamba -ya, maka ucapkanlah, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya’.” (HR Bukhari danAhmad).Mengenai hadits tersebut, para ulama menjelaskan dalam beberapa kitab bahwasesungguhnya Rasulullah SAW tidak pernah melarang umatnya memuji beliau. Yangbeliau larang ialah pujian yang berlebihan, sebagaimana yang dilakukan oleh umatNasrani kepada Nabi Isa AS, yaitu menempatkan beliau sebagai “anak Tuhan”. Inilahjenis pujianyang dilarang oleh Rasulullah SAW, dan inilah yang dimaksud dengan pujian yangberlebih-lebihan tersebut.Dan terbukti, sejak hadits tersebut diucapkan hingga kini, tak seorang pun mereka yangmemuji Rasulullah SAW melebihi batasannya sebagai manusia. Dan tak seorang punyang menuhankan beliau. Bahkan, semua pujian yang indah dan berbahasa sastra belumseberapa dibanding pujian Allah dalam Al-Quran.
  • Wallahu a’lam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar